Keteduhan Candi Cetho di Lereng Gunung Lawu
Cetho atau “cetha” bila ditulis dengan kaidah pelafalan
Jawa, memiliki arti jelas. Nama Candi Cetho diambil dari nama letak dusunnya,
yaitu Cetho. Disebut dengan cetho karena dari dusun tersebut, pemandangan lahan
perkebunan teh Kemuning khas Kabupaten Karanganyar dapat dilihat dengan jelas
dengan latar belakang gunung-gunung yang berderetan, di antaranya ialah Gunung
Lawu, Gunung Merbabu, Gunung Merapi dan anak gunung lainnya.
Candi Cetho merupakan salah satu dari sekian banyaknya kompleks candi bercorak Hindu yang berada di kawasan lereng gunung, membuatnya juga menjadi salah satu candi dengan letak tertinggi di Indonesia. Letak persisnya adalah di lereng Gunung Lawu, Dusun Cetho, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah.
Dengan ketinggian di atas 1.400 mdpl, rute yang harus ditempuh
untuk dapat mencapai lokasi Candi Cetho memang terbilang cukup ekstrem. Tikungan
tajam dan pendakian yang terjal menjadi tantangan selama perjalanan. Semua
jenis kendaraan tanpa terkecuali harus melewati jalan yang cukup sempit. Meski
begitu, tidak perlu terlalu khawatir karena kondisi jalan sudah beraspal dan
cukup lengang.
Candi Cetho yang juga merupakan salah satu jalur dan pos
pendakian Gunung Lawu dikepung oleh sawah dan perkebunan. Memasuki area parkir,
terdapat beberapa rumah penduduk dan warung. Selain wisatawan candi, di jalanan
akan banyak pula terlihat para pendaki yang hendak mampir ke pos pendakian
Lawu. Setiap pengunjung diharuskan membayar biaya masuk ke kompleks candi dan
diperkenankan untuk memakai kain poleng, yaitu kain bermotif catur yang dipakaikan
di sekitar pinggang. Menurut informasi yang beredar di internet, hingga saat
ini tiket masuk Candi Cetho dibanderol dengan harga Rp.10.000 untuk wisatawan lokal.
Mengikuti dataran lereng Lawu yang cukup curam, kompleks Candi
Cetho merupakan kompleks candi yang berupa undakan dengan sembilan tingkat. Tangga
demi tangga menghubungkan setiap tingkatan mulai dari gerbang pertama hingga
bangunan di tingkatan paling atas. Di dalam kompleks candi, pengunjung dapat
melihat petilasan Ki Ageng Krincingwesi (leluhur masyarakat setempat), kemudian
juga relief, arca, dan juga berbagai artefak, beberapa di antaranya adalah
lambang surya kerajaan Majapahit serta lambang berupa hewan-hewan tertentu yang
menunjukkan tahun didirikannya candi, yaitu 1373 Saka (1451 M). Pada tingkat
yang lebih atas, dapat dijumpai bangunan tambahan berupa pendapa dan
patung-patung, di antaranya patung tokoh raja Brawijaya V serta Nayagenggong
dan Sabdapalon.
Jalur keluar dari kompleks candi dihiasi dengan
warung-warung penjual jajanan yang berbaris rapi di pinggir jalan setapak.
Selanjutnya, pengunjung juga akan melewati area perkemahan pendaki hingga akhirnya
kembali ke area parkir. Tepat di sebelah area parkir, terdapat satu-satunya
kafe bercorak modern yang menyajikan tempat bersantai dengan pemandangan
indah.
Berkunjung ke Candi Cetho merupakan salah satu perjalanan yang sangat menarik serta meninggalkan impresi yang memukau bagi saya. Suasananya begitu tenang dan sunyi sampai-sampai hanya terdengar bebunyian serangga dan penyemprot air otomatis dari kebun sekitar.
Karena berada di
lereng gunung, tentu udaranya pun sejuk dan cenderung dingin. Sinar matahari
terasa cukup hangat meski paparannya di siang hari cukup terik. Selain itu,
nilai lebih yang menjadi daya tarik paling menonjol dari Candi Cetho tidak lain
adalah pemandangan yang dimilikinya.
Keindahan pemandangan Candi Cetho menjadikan pengalaman
para penggiat fotografi menjadi semakin unik. Bila sempat, coba tiliklah
foto-foto yang telah diunggah oleh para pengunjung Candi Cetho di berbagai platform internet. Spot paling berkesan
dari kompleks ini adalah gapura besar yang berada di tingkatan pertama. Dengan
sudut yang pas, pengunjung bisa mendapatkan hasil foto gapura yang seolah-olah
terletak di atas awan. Hasilnya bahkan akan jauh lebih menawan jika
dipadupadankan dengan semburat langit yang mulai gelap. Kabut yang menyesaki
kompleks saat matahari mulai menghilang pun turut memberikan kesan suasana yang
syahdu.
Bicara soal suasana, berbagai macam mitos dan cerita
paranormal terkait Gunung Lawu sebenarnya sudah sering diceritakan dari mulut
ke mulut baik oleh penduduk sekitar maupun para pelancong yang mampir. Maka tak
heran bila Gunung Lawu dianggap sebagai salah satu gunung yang cukup sakral, pun
termasuk kawasan Candi Cetho yang terletak di lerengnya.
Perlu diketahui dan diingat pula bahwa sampai saat ini,
beberapa area di dalam kompleks Candi Cetho memang masih digunakan untuk
aktivitas keagamaan oleh para penganut kepercayaan tertentu. Oleh karena itu,
pengunjung diwanti-wanti untuk tetap menghormati dan menjaga kelestarian
bangunan yang ada.
Sebagai pengunjung, saya pribadi sangat menikmati perjalanan ke Candi Cetho. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pemandangan ciamik dan suasana tenang Candi Cetho merupakan kunci keistimewaan wisata ini. Begitu tenangnya sehingga hanya dengan duduk diam di pelataran pun dapat menjadi pengalaman yang menyenangkan bagi saya. Ketenangan yang didapat dari kunjungan ini akan sangat cocok bagi para wisatawan yang sedang mencari rehat dari bisingnya suasana kota.
Sayangnya, di sisi lain, akses menuju candi memang cukup menyiutkan nyali. Selain karena tidak adanya tranportasi umum yang dapat dinaiki, bagi pengendara yang mungkin belum terbiasa membawa kendaraan pribadinya melalui medan ekstrem, saya rasa jalan yang harus dilalui akan benar-benar menantang. Namun beruntunglah medan berat yang telah ditempuh tersebut dapat terbayar oleh yang pemandangan yang elok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar